Archive for the ‘TuruAno Rea’ Category

Kampo Teomokole dilihat diatas Bukit

Kampo Teomokole dilihat dari Timur dengan latarbelakang Vumbu Inotu
Pemukiman yang berada di daerah berlereng dan daerah landai sudah pasti akan menciptakan panorama alam yang indah. Lingkungan yang masih alami tentu mencerminkan alam pedesaan yang asri. Seperti halnya kampung Teomokole salah satu daya tariknya adalah keberadaannya di apit bukit dan berada di lembah. Berada di kaki bukit puUmpoo Kuni dan kaki perbukitan Inotu.
Teomokole merupakan pusat dari pemerintahan Kabaena Barat saat masih dalam denominasi Buton. Dan kini sudah menjadi bagian dari kabupaten Bombana dan Teomokole menjadi pusat pemerintahan Kabaena Pusat. Hampir separuh penduduknya adalah pendatang yang bekerja diberbagai kantor pemerintahan dan guru, sedangkan yang lainnya bermata pencaharian sebagai petani. Lahan pertanian terdiri atas ladang, tanaman komoditas semacam jambu mente, coklat, kelapa dan cengkeh. Hasil pertanian antara lain padi, cabe, ketela, jagung, jahe, sayur-sayuran, dll. Sedangkan hutan rakyat kebanyakan berupa pohon bayam, cendana, meranti dan pohon-pohon besar seperti Beringin.

Suguhan tarian Lumense saat acara pernikahan salahsatu warga Teomokole
Teomokole yang berada pada wilayah bentang alam yang dikelilingi oleh perbukitan yang berbentuk huruf – U ini berjarak 6 KM dari pelabuhan Sikeli. Inilah kampo turuAno rea mbue-mbunto dan juga turuAno reanto. Meskipun Teomokole dikategorikan ibu kecamatan tetapi masih kental akan adat budayanya. Jika ada acara pernikahan atau menyambut tamu dari luar Kabaena akan disuguhkan tarian Lumense. Tari Lumense merupakan tarian adat selain tarian Lulo.

Jembatan penghubung Teomokole dengan Rarontole [Astova]
Keunikan kampung Teomokole karena dibelah oleh sungai Lakambula hingga menjadi dua bagian yaitu bagian utara dan bagian selatan [Rarontole].
Walaupun jembatan penghubung Teomokole – Rarontole ini sangat sederhana dan tak bisa disamakan dengan jembatan Golden Gate yang ada di San Fransisco Amerika Serikat namun panorama cantik dan menakjubkan bisa juga anda lihat dari atas jembatan ini yang hanya setinggi 6 meter di atas permukaan sungai Lakambula. Cobalah anda menghabiskan waktu pada sore hari dengan duduk bobaeangkaru di atas jembatan, sambil memandangi beningnya aliran sungai Lakambula sambil menikmati segelas kopi hangat yang anda bawa dari rumah. Anda akan terkesan dengan udara dingin sore hari, terasa sempurnalah rehat anda. Dan jangan lewatkan kesempatan untuk mengabadikannya dalam photo 🙂

Sungai Lakambula dengan latarbelakang Jembatan Penyebrangan
Inilah Lakambula yang membelah kampung Teomokole dengan airnya yang nikmat dan menyegarkan jika diminum langsung. Sungai Lakambula membentang dari kaki gunung Sabampululu hingga Sikeli, membentang bonsa’o kampo Teomokole. Lakambula memiliki banyak lubuk sebagai tempat rekreasi warga setempat kala weekend. Lubuk ini disebut Lovi. Ada puluhan Lovi yang ada di Lakambula yang terkenal sejuk airnya dan jernih. Lakambula merupakan objek wisata pemandian alam dengan air yang sangat menyenangkan jika anda tumiu. Terdapat hamparan bebatuan hitam di kiri kanan dan pemandangan alam yang indah. Keindahan ini telah menimbulkan inspirasi bagi lahirnya sebuah lagu “Lakambula E’e Molino” yang menceritakan tentang kejernihan dan eksotismenya.
Teomokole dapat menjadi kota ‘kebudayaan” karena mempunyai kekayaan alam dan panoramanya yang eksotis, kekayaan flora dan fauna, tradisi seni budaya yang masih mengakar pada aslinya serta peninggalan budaya seperti mainan: tutumpena, kapiyaya, piyo-piyo maleka, mina-mina burana, mensede, dan lain-lain. Ini merupakan kenangan masa lalu yang tak mungkin terlupakan.
Dengan memanfaatkan potensi alam dan kekayaan hutan serta seni budaya yang beragam di Teomokole maka hal ini akan menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi pembangunan Teomokole menjadi pusat budaya Kabaena.